๐ QURAN DAN TAFSIR
๐ Pemateri: Dr. Saiful Bahri, M.A
๐ Tadabbur QS. Al-Mulk (Bag-1)
๐นBILIK-BILIK PRESTASI
๐ฟ๐บ๐๐๐ผ๐๐ท๐๐น
๐Mukaddimah: Keniscayaan Sebuah Ujian
Surat
al-Mulk diturunkan Allah di Makkah
๐“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala
kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”. (QS. 67:1-2)
Melalui
ujian tersebut Allah tahu siapa yang terbaik di antara para hamba-Nya. Terbaik
dalam mengisi lembar ujian. Karena sepanjang hidup manusia selalu diuji oleh
Allah. Jika –nantinya- hasil tersebut baik, maka kemanfaatan tersebut kembali
pada diri masing-masing. Allah sama sekali tidak memerlukan itu. Jika ternyata
belum sesuai harapan; toh pintu maaf-Nya tak pernah tertutup.
Sebagaimana
siswa/mahasiswa menempuh ujian. Selalu ada materi yang diujikan atau diajarkan
sebelumnya. Selalu ada yang mengingatkannya. Selalu ada yang mengajaknya
bersiap-siap menempuhnya. Selalu ada yang menemani mereka.
Demikianlah
kehidupan ini. Kehidupan yang dilapangkan oleh Dzat pencipta tujuh lapis
langit, yang menghiasinya dengan bintang-bintang sekaligus sebagai pelempar
para syetan; sang penyontek dan pengganggu ujian para manusia.
Orang
yang gagal dalam ujian tersebut adalah orang yang merugi. Sekali lagi; merugi.
Karena ia bukan sekadar gagal. Tapi akan menerima siksaan yang tak terperikan;
pedih yang sangat. Ini bukan sebuah sistem yang kejam. Tapi sebuah hari
pembalasan. Hari pengumuman. Yang pada hari itu semua manusia menampakkan
penyesalan. Bagi yang berbuat baik ia menyesal mengapa tidak menambahnya. Bagi
yang berbuat buruk, akan semakin tampak guratan sesal itu. Karena ia tahu
kesudahan masalahnya. Hari itu takkan ada kebohongan sedikit pun. Karena yang
menjadi saksi adalah anggota-anggota tubuh. Dengan titah Sang Pemilik segala
kerajaan.
Ketika
orang-orang yang gagal tersebut dilempar ke neraka sa’รฎr, para penjaga neraka
itu menanyai mereka. Apakah tak pernah ada, orang yang memberi peringatan
selama mereka di dunia? Mereka pun tak punya pilihan kecuali hanya mengiyakan.
Guratan sesal sangat nampak. Karena mereka melecehkan para pembawa peringatan
tersebut. Bahkan sebagian ada yang ditindas dan disakiti.
Sejenak
kita simak pengakuan jujur mereka. “…. Sekiranya kami mendengarkan atau
memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang
menyala-nyala”. (QS. 67:10)
Mereka
adalah orang-orang yang tak mau menggunakan karunia mahal yang diberikan Allah
kepada hamba-Nya. Untuk menempuh ujian kehidupan. Untuk menjadi orang-orang
pilihan. Untuk menjadi yang terbaik.
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (QS. 3:190)
Dan
akal adalah perangkat kesungguhan manusia dalam menempuh ujian. Karena hanya
orang yang bersungguh-sungguh saja yang akan lulus sebagai orang-orang pilihan
yang berprestasi.
Derivasi
kata “a qa la” diulang dalam al-Qur’an sebanyak 49 kali. Semuanya berbentuk
fi`il mudhรขri’ (present/countinuous tense) kecuali satu berbentuk fi`il mรขdhรฎ
(past tense). “Ta’qilรปn” 24 kali, “ya’qilรปn” 22 kali. ‘Aqala, na’qilu dan
ya’qilu; masing-masing sekali. Ini belum kata-kata derifatif dari “fakara” yang
juga diulang sebanyak 18 kali. Keduanya berarti berpikir. Menariknya adalah
ketika Allah mengulang-ulang “afalรข ta’qilรปn” (Tidakkah kalian berpikir) sebanyak
13 kali. Ini mengindikasikan bahwa agama bukan merupakan sebuah doktrin yang
tak bisa diterima akal. Bahwa aturan-aturan yang diturunkan dari langit sebagai
bahan ujian manusia di bumi tidaklah sulit untuk dipahami. Dalam setiap masa,
Allah mengutus para rasul-Nya untuk menjelaskannya. Hingga datang penutup para
rasul itu, Muhammad Saw.
Setelah
itu tugas pemberi peringatan itu diteruskan oleh orang-orang setelahnya,
pewaris para nabi. Mereka sebagai pemberi peringatan. Sekaligus sebagai peserta
ujian. Karena mereka pun tak luput dari hari penghitungan. Agar kelak
diketahui, siapa diantara mereka yang hanya berkata tapi tak mengamalkan.
Menyeru tapi menyelisihi apa yang dikatakannya kepada manusia.
๐“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu
mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah
bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”. (QS. 61: 2-3)
Kelengkapan
manusia dengan dibekali akal tidaklah hanya kebetulan. Allah menjadikannya
sebagai perangkat menuntut ilmu. Dengan ilmu Allah memerintahkan malaikat dan
jin bersujud pada Adam as. Dan jin dilaknat karena enggan melakukan titah itu.
Dengan
akal itu Allah menjadikan manusia sebagai khlifah-Nya di bumi. Untuk
memakmurkan isinya. Agar bermuara pada ketundukan pada-Nya. Sebuah amanah yang
bumi dan langit serta gunung pun menolaknya. Hanya manusia yang lemah yang
berani memikulnya.
Allah
mencela mereka yang tak menggunakan akalnya. Karena sama saja tidak menyukuri
karunia-Nya.
(bersambung)๐น
Dipersembahkan:
www.iman-islam.com
sumber : Kajian Iman dan Islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar